Di banyak daerah, hutan yang dulunya rimbun kini berubah menjadi lereng-lereng botak. Banjir datang silih berganti, udara terasa semakin panas, dan satwa kehilangan habitatnya. Fenomena ini bukan semata persoalan ekologis, ia juga menyingka jip krisis spiritual dalam diri manusia modern.
Dalam perspektif dakwah, deforestasi bukan hanya penggundulan hutan, tetapi bentuk pengingkaran terhadap amanah Allah. Al-Qur'an telah mengingatkan dalam Q.S Al-A’raf ayat 56: “Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi setelah (Allah) menciptakannya dengan baik…” Ayat ini secara tegas menempatkan bumi sebagai ciptaan yang sempurna dan seimbang, yang harus dijaga, bukan dieksploitasi.
Ayat-Ayat Hutan yang Terabaikan
Bagi umat Islam, hutan bukan sekadar ruang hijau. Ia adalah ayat kauniyah—tanda-tanda kebesaran Allah—yang setiap helai daunnya bertasbih. Ketika pohon ditebang tanpa kendali, bukan hanya lingkungan yang rusak, tetapi juga kesadaran spiritual kita ikut tergerus.
1. Mengkhianati Peran sebagai Khalifah
Allah telah berfirman dalam Q.S Al-Baqarah ayat 30 tentang tugas manusia sebagai khalifah di bumi. Mandat ini menuntut manusia untuk memakmurkan, bukan merusak. Penebangan serampangan demi keuntungan sesaat adalah bentuk pengkhianatan terhadap amanah tersebut.
2. Kufur Nikmat dan Menzalimi Diri
Hutan menyediakan air, udara, dan keseimbangan ekologi yang tak ternilai harganya. Merusaknya berarti menyia-nyiakan nikmat Allah. Lebih jauh, manusia justru menzalimi diri sendiri ketika membuka pintu bagi bencana ekologis yang semakin sering terjadi.
3. Ketamakan yang Membutakan Hati
Banyak kasus deforestasi terjadi karena keserakahan: kayu, perluasan perkebunan, dan pertambangan. Rasulullah SAW telah mengingatkan dalam hadits riwayat Bukhari: “Celakalah hamba dinar, celakalah hamba dirham.” Ketika materi menjadi pusat hidup, kepedulian terhadap alam perlahan memudar.
4. Mengabaikan Hak Makhluk Lain
Islam mengakui bahwa binatang dan tumbuhan adalah bagian dari makhluk Allah yang memiliki hak hidup. Bahkan dalam situasi genting seperti kiamat pun, Rasulullah SAW memerintahkan untuk menanam meski hanya bibit kurma (HR Ahmad). Ini menunjukkan betapa tingginya nilai menjaga kehidupan.
Dakwah Lingkungan: Dari Panggung hingga Aksi Nyata
Melihat kerusakan hutan hari ini, dakwah lingkungan menjadi urgensi baru. Bukan sekadar seruan moral, tetapi refleksi spiritual yang harus dibumikan.
1. Dakwah dengan Keteladanan
Menanam pohon, merawat lingkungan sekitar, mengurangi sampah, hingga mendukung produk ramah alam adalah bentuk amal jariyah yang manfaatnya mengalir panjang.
2. Dakwah dengan Edukasi
Ayat dan hadits tentang lingkungan dapat dijadikan materi ceramah, khutbah, dan konten edukasi. Umat perlu memahami bahwa menjaga hutan adalah bagian dari menjaga iman.
3. Dakwah dengan Gerakan Sosial
Gerakan penghijauan, advokasi lingkungan, dan program pelestarian hutan dapat menjadi “jihad ekologis” demi generasi yang lebih aman dan sehat.
4. Menasihati Pemangku Kepentingan dengan Bijak
Pemerintah, pengusaha, dan pihak pengelola hutan perlu diingatkan bahwa kekuasaan dan kekayaan adalah amanah. Eksploitasi berlebihan akan dipertanggungjawabkan tidak hanya di dunia, tetapi juga di akhirat.
Hutan: Masjid yang Terlupakan
Di tengah senyap pepohonan, gemercik air, dan kicau burung, sesungguhnya terdapat dzikir yang tak pernah berhenti. Hutan adalah masjid alami tempat manusia bisa merenungkan kebesaran Allah. Ketika ia rusak, hilang pula ruang kontemplasi yang seharusnya menjadi penguat iman.
Karena itu, menjaga hutan bukan hanya tanggung jawab ekologis, tetapi juga ibadah. Menebang pohon tanpa kendali berarti menebang iman yang seharusnya kita pelihara.
Menjaga alam adalah menjaga amanah.
Melestarikan hutan adalah merawat iman.
Wallahu a’lam bish-shawab.
(MD)
