Banjir, Longsor, dan Luka yang Menganga: “Saat Negeri Harus Bercermin pada Dirinya Sendiri”

    Banjir, Longsor, dan Luka yang Menganga: “Saat Negeri Harus Bercermin pada Dirinya Sendiri”

    Bumi seperti sedang memperingatkan kita. Dalam beberapa pekan terakhir, banjir, banjir bandang, dan tanah longsor datang bertubi-tubi, memporakporandakan Aceh, Sumatera Utara, hingga Sumatera Barat. Air bah menggulung rumah-rumah rakyat, menumbangkan jembatan, mengubur akses jalan, merusak sarana pendidikan, serta menghabisi ribuan hektar lahan pertanian yang selama ini menjadi tumpuan hidup masyarakat. Di balik lumpur dan puing-puing, duka mengendap: hampir ribuan nyawa melayang dalam bencana yang bertubi.

    Negeri ini seolah terengah-engah, tak sempat menarik napas. Bencana tak hanya menghantam lanskap fisik, tetapi juga merobek relung hati setiap insan yang menyaksikan puing-puing impian hancur dalam sekejap mata.

    Banyak suara bergema, menyuarakan bahwa ini bukan semata-mata murka alam. Ini akibat dari apa yang telah manusia lakukan terhadap alam itu sendiri. Hutan-hutan dibabat, bukit dikorek, sungai dipersempit, tambang legal dan ilegal menggerogoti tanah tanpa memikirkan keseimbangan ekologis. Dalam keserakahan yang dibiarkan, bumi kehilangan daya tahannya. Maka ketika hujan datang tak henti, bencana pun menjadi tak terhindarkan.

    Di balik setiap jejak kerusakan, terukir nyata campur tangan manusia. Entah mereka yang meraih keuntungan dari eksploitasi alam, maupun mereka yang mengizinkannya dan apatis membiarkan semua itu terjadi.

    Solok: Luka yang Tak Dapat Dipalingkan

    Sumatera Barat menjadi salah satu episentrum kesedihan dalam rangkaian bencana kali ini. Di Solok, air bah telah melukiskan kisah yang begitu menyesakkan dada. Warga setempat menyebutnya sebagai banjir terparah yang pernah mereka saksikan.

    “Lah 46 umua ambo, disiko tali pusek dikarek, baru iko mancaliak banjir sagadang iko, ” seorang warga bernama Niko menatap kubangan lumpur yang merendam kota kelahirannya.
    (Sudah 46 tahun usia saya, di sini saya lahir, baru kali ini melihat banjir sebesar ini).

    Banjir dahsyat ini bukan hanya dipicu oleh meluapnya Batang Lembang, sungai utama yang membelah Kota Solok. Batang Gawan, sungai lain yang berhulu di pegunungan Kabupaten Solok dan melintasi sisi utara kota, turut menambah derita. Debit air yang meluap tak mampu lagi ditampung oleh kedua sungai tersebut, memperburuk situasi menjadi bencana yang tak terbayangkan.

    Air dari dua arah menyerbu rumah warga, membawa lumpur tebal, kayu, dan reruntuhan.

    Ironisnya, luapan banjir dari sungai Batang Lembang ini bukan hanya menyisakan kerugian fisik, tetapi juga tanda tanya besar di tengah masyarakat. Warga mengingat bahwa dalam beberapa tahun terakhir, proyek pengendalian banjir Batang Lembang dengan anggaran fantastis telah beberapa kali dikerjakan. Meski demikian, ketika hujan lebat datang, sungai tetap meluap—seakan memberi pertanyaan yang menggantung: di mana letak kesalahan sebenarnya?

    Meski banjir di Solok tidak merenggut korban jiwa, kerusakan yang ditinggalkannya menggores dalam. Banjir seolah menghapus batas antara darat dan sungai, menenggelamkan ratusan hektar sawah dan ladang. Ratusan rumah warga terendam air dan lumpur bahkan hingga mengalami kerusakan. Fasilitas publik seperti sekolah, fasilitas kesehatan, tempat ibadah, hingga jalan-jalan vital lumpuh tak dapat dilalui.

    Warga memang bersyukur nyawa mereka terselamatkan. Namun kerugian material dan trauma psikologis yang membekas cukup untuk membuat banyak hati limbung.

    Saatnya Semua Bercermin

    Bencana besar ini tak bisa lagi disikapi sebagai “musibah alam” semata. Negeri ini harus berani bercermin, seluruh pihak—pemerintah, penegak hukum, pengusaha, dan masyarakat sendiri mesti berbenah diri.

    Pemerintah memikul tanggung jawab untuk mengevaluasi secara serius tata kelola lingkungan, memastikan kualitas proyek mitigasi bencana yang memadai, serta menunjukkan ketegasan dalam pengawasan. Aparat penegak hukum harus memastikan bahwa regulasi lingkungan ditegakkan tanpa pandang bulu. Para pengusaha wajib menghentikan pola pikir yang hanya menjadikan alam sebagai objek mengeruk keuntungan semata.

    Dan kita, masyarakat? Kita juga punya peran penting dalam menjaga bumi yang menjadi rumah bersama. Mulai dari membuang sampah pada tempatnya, menjaga kelestarian daerah aliran sungai, menghindari membuka lahan secara sembarangan, hingga mengurangi kebiasaan-kebiasaan yang justru memperparah kerusakan lingkungan.

    Alam telah memberi peringatan keras. Dan peringatan itu tidak boleh lagi diabaikan.

    Bencana kali ini seharusnya menjadi momentum untuk berbenah. Untuk merendahkan ego, mengenyampingkan kepentingan sesaat, serta membangun kesadaran kolektif bahwa yang kita jaga bukan hanya hutan atau sungai—tetapi masa depan anak cucu, generasi penerus kita.

    Sebab jika kita terus membiarkan bumi menanggung beban kerusakan yang semakin berat, maka bencana tidak akan berhenti mengetuk—bahkan mengetuk lebih keras. Karena ketika air bah datang dan tanah runtuh, tidak ada lagi yang bisa disalahkan selain diri kita sendiri. Sebab pada akhirnya, bencana ini adalah cermin besar yang menampilkan wajah asli dari perlakuan manusia terhadap alamnya.

    Di tengah puing-puing dan air mata yang membasahi, satu pesan menggema kuat: semua harus melakukan introspeksi. Sebelum negeri ini benar-benar kehilangan daya untuk bangkit kembali dari keterpurukan.  (Riski Amelia)

    bencana alam lingkungan hidup kerusakan lingkungan mitigasi bencana kesadaran lingkungan tanggung jawab sosial
    AmeliaRiski_JIS Sumbar

    AmeliaRiski_JIS Sumbar

    Artikel Sebelumnya

    Rapat Pembahasan Usulan Perbaikan Pascabencana...

    Artikel Berikutnya

    Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Solok...

    Berita terkait

    Rekomendasi

    Door to Door, Polda Sumbar Pastikan Bantuan Sembako Tepat Sasaran di Batu Busuk dan Sungai Lareh
    Polda Sumbar Bangun 40 Titik Penampungan Air Bersih, Pastikan Kebutuhan Masyarakat Terdampak Terpenuhi
    Perkuat Respons Bencana, Polda Sumbar Dapat Tambahan Ambulans Operasional dari Polda Bengkulu
    Baintelkam Polri Kirim Ribuan Peralatan Pembersihan, Percepat Pemulihan Pasca-Banjir di Sumbar
    Polda Sumbar Utamakan Kelompok Rentan, Bantuan Khusus Ibu Hamil dan Balita Digulirkan di Surau Gadang

    Ikuti Kami